Aku bosan hanya jadi sebaris kalimat di canto(i) brilianmu
Sebahagian di kepalaku berpikir sementara bahagian lainnya menjelma menjadi anak lakilaki bertato dengan kuku kerang dan permen
Sambil menyikat gigi malam sebelum tidur.
Sejak kapan kau menyikat gigi malam?
Sejak gigiku bolong-bolong karena sering beradu dipacu MDMA mengejar BPM drum n bass hidangan DJ-DJ pengejar Jakarta. Ngapain Jakarta dikejar?
Ada postingan hilang di stumbleupon. Mungkin dia malu untuk mengakui kau pernah membuatnya tertidur di utara yang tanpa selatan. Mungkin dia lupa saat kau beri invitation masuk Centro untuk temannya yang segambreng. Mereka sudah ada yang jadi host televisi, hipster London, dan bahan onani di pojokan Brightspot market.
Dia merajut gelang perak.
Namamu antik.
Dia 2 yang kurubah jadi 1. Berjanji dengan piring dan mangkuk akan selalu datang dan tidur manja-manjaan di kamar yang kini tak rapi lagi. Tapi janjinya berakhir di suara Adzan. Turunan dekat dua kaki raksasa menancap ke dalam batu.
Lalu kepalamu dikalungi mangkuk bening isi bakso Seuseupan. Bergajih kering goreng. Berkelana ke planet-planet bercahaya.
Matanya mabuk.
Seperti mengulum H5 sambil main perosotan sampai lupa apakah coca cola itu terisi atau tidak?
Aku tidak pernah mahir berbahasa asing. Seperti kau, kau, kau, kau, dan kau.
Yang membuat slang dari bahasa Pict.
Aku ingin menulis malam ini.
Bukan sekadar menulis berita tentang kesetaraan. Bukan sekadar 140 karakter taik kucing. Bukan sekadar mention, hashtag, atau gosip di path.
Sakitku mungkin lebih kejam dari skripsi.
Lebih bahaya dari botol obat kadaluarsa.
Aku terlalu nyentrik untuk menjadi musisi indie.
Lebih petasan dari pecahpecah ledakan.
Di tumblr serupa Starbucks kau pesan green tea latte, lalu mengaduknya dengan sajak tentang nasi goreng depan alfamart, di malam tempat semua bermula.
Sebelum kita tertidur di petakan yang penuh dengan gelembung merah dan semerbak obat nyamuk.
Lalu beberapa kilometer dari kamar ini terdengar suara Kawasaki (mungkin) Ninja adu balap dengan angkot jurusan Cisarua. Aku ingin terus mengetik dengan tuts-tuts mulai pudar karena pengaruh antihistamin,
yang belum tertelan.